Friday, October 26, 2012

Liga Amatir yang Amatiran

| | 0 comments
Babak final Liga Amatir dimainkan di lapangan yang tidak layak, Std. Tambun, Bekasi.
Tak seperti jargon awal, "Road to SUGBK". (foto: vod.kompas.com/finaldivisi3)
Liga Amatir merupakan salah satu jenjang kompetisi sepak bola di Indonesia. Namun, tak semua para pecinta sepak bola Indonesia tahu akan itu. Kebanyakan hanya tahu liga kasta 1 dan 2 yang katanya liga profesional. Liga Amatir yang terdiri dari 3 Divisi: I, II, dan III ini padahal tak kalah menariknya. Banyak klub yang ikut, banyak juga pemain-pemain yang beradu di dalamnya.

Tapi sayangnya, kompetisi yang harusnya jadi tempat bagi para pemain amatir untuk mengasah dan menunjukkan bakat dan kemampuan mereka sebelum beralih jadi pemain profesional tidak dikelola dengan baik. Sesuai namanya, Liga Amatir pun dikelola secara amatiran. Contohnya Liga Amatir musim 2011/2012 ini yang belum selesai hingga tulisan ini saya publish. Bagaimana dengan musim-musim sebelumnya? Tak jauh beda.

Mungkin yang sudah mengikuti Liga Amatir sejak dulu sudah tahu seperti apa penyelenggaraan Liga Amatir. Setiap musimnya, Liga Amatir menggunakan sistem group round-robin (tiap 2 tim saling bertemu 1x di masing-masing grup) tiap babaknya sebelum masuk babak semifinal dan final. Total ada 5 babak termasuk semifinal dan final. Dengan sistem dan format seperti itu agak tidak adil rasanya karena klub-klub yang tidak bisa lolos dari babak pertama hanya bertanding kurang dari 5 pertandingan. Bahkan, hanya dengan jumlah pertandingan itu klub bisa degradasi.

Musim ini sedikit berbeda. Pada 2 babak awal digunakan double round-robin (tiap 2 tim bertemu 2x) baik home-away maupun home tournament (dimainkan di 1 atau 2 tempat saja). Tiap grupnya diisi oleh rata-rata 4 - 6 klub. Jadi, minimal tiap klub bertanding 6 kali dalam 1 musim sebelum akhirnya tidak lolos ke babak selanjutnya atau degradasi. Tapi, menurut saya dengan jumlah pertandingan itu juga masih sangat kurang. Sementara bagi klub yang lolos ke babak-babak berikutnya, bisa tanding hingga belasan pertandingan.

Jadwal penyelenggaraan Liga Amatir pun molor berkali-kali. Contohnya Divisi 2 musim 2011/2012 ini yang dijadwalkan mulai pada pertengahan Desember 2011. Tapi kemudian diundur ke pertengahan Januari 2012. Itupun masih diundur lagi dan baru benar-benar dimulai pada 25 Januari 2012. Di tengah-tengah kompetisi pun jadwal juga molor. Bahkan, penyelenggaraan babak final mundur 4 bulan dari jadwal awal. Babak final baru akan selesai sore tadi (25 Oktober)

Waktu pelaksanaan pertandingan mirip penyelenggaraan festival SSB. Dalam waktu 3-4 hari, pemain dipaksa bermain 3x pertandingan. Setelah selesai, kompetisi bisa jeda cukup lama, bahkan hingga bulanan. Apakah seperti ini yang namanya kompetisi? Liga Amatir yang katanya sebagai ajang pembinaan dengan pembatasan usia pemain tapi dikelola seadanya atau bisa dibilang asal-asalan.

Lalu bagaimana sebaiknya? Pernah saya tulis beberapa waktu lalu tentang sistem Liga Amatir di sini: "Piramida Kompetisi Sepak Bola Indonesia?" Menurut saya perlu ada pengubahan sistem dan format kompetisi. Terlalu banyak babak dalam 1 musim dan itu tidak efektif. Cukup dengan 2 babak saja padahal bisa sebenarnya. 

Babak pertama menggunakan sistem double round-robin baik dengan home-away maupun home-tournament (tergantung letak geografis klub). Tiap grup diisi oleh 8 - 10 klub. Jadi, tiap klub bertanding sebanyak 14 - 18 kali tiap musimnya. Jumlah yang cukup bagi para pemain amatir selama 1 musim dan adil bagi semua klub peserta karena bertanding dengan banyak yang hampir sama banyaknya. 

Pada Babak 2, digunakan sistem gugur (play-off) untuk masing-masing juara grup sebagai penentuan juara di tempat yang netral. Sementara untuk penentukan promosi bisa langsung dengan menetapkan masing-masing juara grup dan untuk degradasi adalah posisi juru kunci tiap grup.

Tentunya dilengkapi dengan penyusunan jadwal yang jelas. Soal pelaksanaan jadwal, dibutuhkan kejelasan dan ketegasan peraturan. Pengelola mesti disiplin, begitu juga dengan klub peserta sehingga jadwal yang molor bisa dihindari. Pengelola liga pun harus berani memberi sanksi jika klub tidak bisa disiplin dalam mentaati peraturan yang ada.

Bukankah Liga Amatir bisa sebagai media latihan para pengurus klub sebelum mereka naik ke liga yang lebih tinggi levelnya atau bahkan ke liga profesionalnya suatu saat nanti. Termasuk soal pengelolaan keuangan klub, karena soal yang satu ini masih menjadi kelemahan klub-klub amatir dan juga klub yang sudah main di liga (yang katanya) profesional. Dan berbagai aspek lainnya yang tak kalah penting. 

Karena pengelolaan liga amatir sebenarnya bisa menjadi cerminan para pengelolanya, dalam hal ini PSSI. Lihat saja bagaimana pengelolaan liga (yang katanya) profesional milik PSSI beberapa tahun belakangan ini. 

Dan menurut saya. Liga Amatir itu ibarat sekolah. Sekolah bagi pengelolanya, perangkat pertandingan, dan juga pesertanya. Kalau sekolahnya bagus dan kurikulumnya benar maka akan diperoleh output yang berkualitas. Dan output itu nantinya akan digunakan di dalam liga level profesional yang akan berimbas pula pada kualitas kompetisinya.

Jadi, mau sampai kapan lagi liga amatir tetap dikelola secara amatiran?

0 comments:

Post a Comment